Rabu, 31 Januari 2018

Reminisensi Imaji

Reminisensi Imaji
Karya Muh. Naufal F.


Dan disinilah aku, masih terpaku dengan rasa yang masih membisu, lidah yang kelu, dan namamu yang masih ada di pelataran hatiku. Malam ini rasanya sangat dingin. Dadaku masih saja selalu terasa sesak setiap kali mengingatmu. 

Ya siapa lagi, dengan deringan tengah malam yang kala itu selalu membuat mataku terjaga. Dengan senyuman ceria yang selalu memekarkan bunga di hati. Ingin rasanya ku melarikan diri dari bayang semu angan penuh harap yang terbias semua siluet samar-samar itu. Dengan setiap kata misteri yang terlontar dalam tulisan indah tiap malamnya, rasa penasaranku mungkin mengalahkan realita yang kuhadapi.

Perihal meredakan nafas ini tak semudah menghilang di kabut tanpa sebabmu, entah benang merah itu masih terus kucari dimana asalnya. Menceritakanmu dalam tulisan kecilku selalu membuatku tersenyum simpul, menyeritkan dahiku, dan kadang menaikkan harapku. Atau dengan jujur bisa kukatakan seringkali, ya.

Rembulan malam
Kiasan perjumpaan
Cerita dedikasi dan ambisi
Alih-alih mencari bintang paling bersinar
Kupastikan pantulannya akan selalu indah
Dengan gradasi warna yang mewakilkanmu
Kunikmati sunyinya
Riuh hening menemani
Titrasi rasa luar biasa

Terima kasih telah sedikit meredakan intuisiku saat ini, kelopak harapku mungkin masih tersisa satu atau dua lagi. 

Terima kasih


*catatan kaki : tulisan ini merupakan kompilasi dari tweet lamaku di twitter. dan aku menulisannya lagi disini, dengan rasa yang telah terdepresiasi.

10 komentar:

  1. Naufal, salam kenal dulu.
    Tulisannya bagus, puitis. Prosanya berima. Sayang cara penulisannya mengabaikan kaidah EBI (ejaan bahasa Indonesia) dan gramatika.
    Bermain kata memang tak mengapa, itu ibarat puisi. Namun kala ditayangkan dan dibaca banyak orang sebaiknya bingkailah dengan memahami acuan cara menulis yang baik dan benar, hehe.
    Ini sekadar saran, Naufal. Aku banyak menulis esai mengenai kebahasaan, dan aku banyak bantu teman untuk mengoreksi tulisannya. Mereka sekarang lebih baik, bahkan daripadaku sendiri. :)
    Jangan tersinggung, ya. Dulu juga aku suka gitu pada sesama teman Blogger Energy. Ada yang terima ada yang gimana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih mba :)

      Iya mba, aku menyadari emang selama aku menulis aku jarang memperhatikan EBI dan grmatika :(, aku terima sarannya mba, terima kasih banyak atas masukannya, insya Allah kedepannya akan lebih baik :)

      Hapus
  2. Diksinya menarik, puitis namun tidak lebay. Kalau bisa sih dijadiin prosa aja, tapi dalam bentuk ebook~

    BalasHapus
  3. Disini pula aku, membaca kumpulan tweets seorang pecandu sendu. Seorang pecandu sendu yang ketika rdi sapa embulan malam, ia lebih memilih untuk menikmati sunyinya ketenangan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. layaknya seorang filosofis, aku lebih memilih menjadi kupu-kupu yang bermetamorfosis

      Hapus
  4. Dan disinilah aku, menatap layar tanpa bisa memahami untaian kata-kata pemuda yang patah hatinya. Semoga pemuda ini lekas sembuh, melupakan pemudi yang membuat lidahnya kelu tiap malam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. tak apa lah bil atak tersampaikan,yang jelas telah kuutarakan

      Hapus
  5. salam kenal mba, terima kasih sudah mampir :), wah satu pulau kita mba, cuma saya dari Makassar, Sulawesi Selatan hehe

    BalasHapus